Minggu, 14 September 2008

BALI MENOLAK DISAHKANNYA RUU PORNOGRAFI YANG PORNO ITU


detikNews 13.09.08 
Denpasar 
Budayawan dan cendekiawan Bali menolakan Rancangan Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) yang akan disahkan DPR. Penolakan itu disampaikan para budayawan dan aktivis yang tergabung dalam Komponen Rakyat Bali (KRB). Hal ini diumumkan dalam acara di Danes Art, Jl Hayam Wuruk, Denpasar, Sabtu (13/9/2008). KRB telah menolak RUU APP sejak 2006 lalu. 

Pertemuan KRB ini dihadiri 22 cendekiawan dan budayawan Bali, diantaranya Koordinator KRB I Gusti Ngurah Harta, mantan hakim Mahkamah Konstitusi I Dewa Gde Palguna, Prof Dr I Wayan Dibia, Ida Pedanda Sebali Tianyar Arimbawa.

"Bila RUU ini disahkan, maka akan memasung aktivitas budaya serta mengancam entitas Bhinneka Tunggal Ika," kata Palguna.

Perwakilan KRB berencana bertemu Presiden SBY untuk menyatakan penolakannya. Palguna menambahkan jika RUU APP tetap disahkan, maka masyarakat Bali dapat mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi.

KRB akan mendaftar seni-seni pertunjukan nusantara yang terancam dengan RUU APP. Kita juga menggelar aksi massa pertunjukan kesenian tradisional Bali yang dinilai melanggar RUU APP. Kita akan melakukan pembangkangan sipil," ancam Ngurah Arta.

(gds/ndr) 

yang bikin susah rakyat itu siapa bung ?


seksi nian GAS TANGGUH, menggeser ANGKET BBM
Hampir sebulan lamanya, opini gas tangguh ini melesat di media, mungkin saja opini itu di blow up tidak sengaja mendiskreditkan megawati soekarnoputri sebagai pesaing capres yang paling tangguh, atau juga mungkin saja mereka tidak sengaja melesatkan opini tersebut meski sebagian orang bertanya tanya kok baru sekarang ya, menjelang Pilpres 2009, atau mungkin saja berita seksi ini dilempar ke publik untuk pengalihan isue angket BBM dan kenaikan harga sembako yang menggila dipasaran akibat kenaikan bbm, ataukah ada yang sedikit Panik karena hasil survey capres perempuan satu satunya itu semakin tinggi laju presentasinya, aha …wallahu alam, tanyakanlah pada suara hati anda atau meminjam istilah bung ebit, tanyakan pada rumput yang bergoyang... he he

Dalam logika sederhana yang saya pahami tentang Tata Kelola sebuah Pemerintahan selain Presiden dan Wakil Presiden, ada 3 orang penting dikabinet yang setia mendampingi Presiden dan Wapres, yaitu Menko Polkam, Menko Ekuin,dan Menko Kesra, dan setiap rapat kabinet Menko memiliki peranan teramat penting untuk mendampingi Presiden dan Wapres, tentu saja masing masing sudah memiliki protapnya sendiri, kecuali kehadiran Menko Polkam di setiap rapat kabinet memiliki peran yang strategis karena setiap masalah tidak terlepas dari pentingnya keamanan sebuah negara.

Apa yang saya serap dari penjelasan someone (tak mau disebut namanya) yang mengetahui seluk beluk kebiasaan di istana presiden kala itu, ada 3 macam sidang/rapat yang dikenal setiap bulan, yaitu pada awal bukan adalah Sidang Paripurna Kabinet, tengah bulan (sesuai kebutuhan) Sidang Kabinet terbatas, dan akhir bulan adalah Sidang Paripurna Kabinet , dalam Sidang Paripurna Kabinet setiap Mentri Kabinet diharuskan melaporkan semua materi penting yang akan dibahas di Sidang, sedangkan Sidang Kabinet terbatas merupakan penajaman materi setiap masalah yang ada, mentri yang hadir terkait dengan fokus persoalan, kecuali kehadiran Menko Polkam dalam setiap sidang kabinet terbatas, dianggap memiliki peran penting untuk hadir karena setiap masalah senantiasa bersentuhan dengan pola keamanan.

Tahun 2001 Bapak Susilo Bambang Yudoyono sudah menjabat sebagai mentri pertambangan ( dalam kabinet Gus Dur), sudah ada pembicaraan tentang gas tangguh, artinya menko polkam pada kabinet Mega sesungguhnya sudah mengenal apa itu gas tangguh, selanjutnya dibahas kembali di Sidang Kabinet Paripurna (dalam kabinet Gotong Royong), 

Masih ingatkah kita tentang masalah KARAHA BODAS yang pernah menghebohkan itu ? merupakan tanggung jawab Mentamben yang ketika itu dijabat oleh Bapak SBY ketika itu hampir saja masuk dalam Arbitrase, syukur berhasil diselesaikan oleh mega dan kabinetnya, juga terhadap masalah BUKAKA dll, dan entah mengapa kontrak EXON ketika itu tidak ditanda tangani oleh Mega, apa sebabnya ? apakah terkait persoalan validitas data minyak mentah didalam bumi kita yang hingga saat ini belum terjawab dan bagi hasil yang tidak jelas .. dan kini setelah kontrak Exon sudah ditanda tangani oleh Presiden SBY, benarkah Exon menguntungkan penerimaan Negara ? 

 Saya kira semakin jelas jika sebagai Menko Kesra Jusuf Kala mungkin saja tidak ikut serta dalam pembicaraan Kontrak Gas Tangguh, ( karena bukan bidangnya) kalau tidak tahu tentu tidak paham, ya wajar saja, adalah tidak wajar manakala JK banyak bicara meributkan masalah yang tidak dipahami dan “katanya tidak tahu menahu itu”

Seperti halnya bapak Wapres isi kontrak itu juga tidak saya pahami , biarlah orang otrang pandai itu yang bicara terkait klausul perjanjian kontraknya, karena domein ini secara tehnis yang bertanggung jawab tentu Mentamben Purnomo, jadi seyogyanya bapak Purnomo Yusdiantoro ini dapat menjelaskan kepada publik secara kronologis dan transparan. Jangan bersembunyi dong

Pertanyaan saya kepada bapak Mentamben Purnomo, Benarkah delivery kontrak itu baru terjadi pada tahun 2009 ? artinya hingga detik ini (th 2008) Bangsa Indonesia belum satu sen pun dirugikan. Seperti pemberitaan di media. Dan benarkah kontrak itu masih bisa direnegosiasi ? dan apakah kontrak Gas Tangguh ini adalah kontrak G to G, atau kontrak antara Pemerintah Cina dengan Megawati secara pribadi, jika kontrak itu antara Pemerintah Cina dan Pemerintah Indonesia tentu oleh karenanya Presiden SBY sebagai kepala Pemerintahan saat ini wajib hukumnya negosiasi ulang dengan Pemerintah Cina, apapun resikonya, karena rakyat sudah memilih SBY sebagai Presiden. 

Karena pentingnya masalah ini, daripada terus bermain main politik yang ngga jelas orientasinya itu, lebih baik duduk bersama dengan hati jernih antara mentamben sebagai wakil pemerintah, JK dan pimpinan komisi VII DPR, bagaimana menemukan solusi terbaik bagi bangsa, kalau perlu juga melihat kontrak kontrak yang lain terhadap aset pertambangan kita yang sudah terlanjur itu seperti Freeport, Natuna, Ekson, dll atau kalau perlu merevisi UU Migas yang sarat dengan kepentingan sponsor, siapa yang patut dipersalahkan atas kerusakan alam kita sepanjang 30 tahun ini, suka atau tidak suka partai pendukung orde baru adalah partainya wapres JK, sebaiknya mawas diri dan merenung,.. , masa sih 3 tahun pemerintahan mega seakan biang kerok masalah, yang jelas penyebab utama harga sembako yang melambung itu adalah karena kenaikan BBM sebanyak 3 kali itu yg mencapai 150%, celakanya pemerintah tidak mampu melakukan pengendalian harga harga, jangan mengalihkan persoalan bung … !

Tentang pemberitaan yang menghebohkan yaitu perihal Dansa Presiden Mega dan Presiden Cina kala itu, pemahaman saya itu adalah bagian dari Diplomasi 2 orang presiden yang ingin menjalin kerjasama kedua belah negara, jangan lupa pak JK, bukankah proyek jembatan SURAMADU yang terbengkalai itu, pada akhirnya juga diselesaikan oleh diplomasi mantan Presiden Mega dalam pendekatannya kepada Presiden Republik Cina,, coba tunjukkan kepada rakyat apakah bapak SBY dan JK sampai saat ini berhasil menarik investasi dari Pemerintah Republik Cina ?

dont talk only, but just do it.. !

Kamis, 21 Agustus 2008

Menafsir Al-Quran, Membebaskan Perempuan



“Wanita selalu menjadi sahabat agama, namun agama tidak pernah menjadi sahabat wanita.” Demikian komentar Indologis Jerman Moriz Winternitz yang dikutip dalam buku The Tao of Islam, tentang hubungan timbal-balik antara perempuan dan agama. Sekilas kita memahami komentar ini merupakan gugatan terhadap ajaran agama yang tidak simpatik terhadap perempuan. Sebaliknya, perempuan telah sesimpatik mungkin terhadap agama.

 Membahas perempuan dalam koridor agama, sangat menarik sekaligus menantang Menarik; karena tema ini terus up to date, akan selalu dikupas, dan diperdebatkan. Menantang; karena tema ini dikungkung oleh mitos-mitos yang harus dikaji secara objektif dan kritis.Salah satu mitos dalam agama adalah unsur penciptaan Hawa yang berasal dari tulang rusuk Adam yang paling bengkok. Sehingga sepanjang masa, perempuan dipandang makhluk "bengkok" dan laki-laki memiliki otoritas untuk meluruskannya. Yang lebih parah lagi, adalah mitos yang menceritakan "konspirasi segi-tiga" antara Hawa (personifikasi kaum perempuan), ular dan setan dalam menjerumuskan Adam (personifikasi kaum laki-laki). Hawa mempergunakan rayuan seksual dalam memperdaya Adam agar memakan buah terlarang di sorga. Akhirnya Tuhan menimpali kesalahan kaum perempuan dengan hukuman haid, hamil, dan melahirkan anak dengan susah payah dan menyabung nyawa. (Muhammad Ibn Jarir al-Thabari, Beirut : Dbr al-Fikr, 1984, Vol. I, hlm. 335).

Fiqh-fiqh klasik juga terkesan "menindas" perempuan, seperti dalam kitab, 'Uqûd al-Lujain: Jika diperbolehkan dalam Islam menyembah selain Allah, maka, istri akan diperintahkan menyembah suami! Atau, seorang istri akan dilaknat malaikat sampai pagi, jika berani menolak "ajakan" suami. Permasalahan-permasalahan seperti ini, dengan mudah kita jumpai di sekitar perempuan. Sedemikian rupa perempuan di-brain-wash, dengan mitos-mitos dan interpretasi-interpretasi kontraproduktif. Sehingga perempuan tetap berkutat dan tidak bisa keluar dari "lingkaran-lingkaran setan" ini. Berangkat dari fenomena di atas, maka kebutuhan terhadap tafsir yang membebaskan sangat urgen dan imperatif. Mengamini pendapat Gamal Al-Banna—adik kandung Pendiri Ikhwan Muslimin Hasan Al-Banna—para ahli fiqih lah yang bertanggung jawab atas pemasungan perempuan. Sedangkan Al-Quran, menurut Gamal telah membebaskan perempuan. Beliau menulis buku yang sangat apik berjudul; Perempuan Muslimah antara Pembebasan Al-Quran dan Belengguh Ahli Fiqh (al-Mar’ah al-Muslimah Bayna Tahrîr al-Qur’ân wa Taqyîd al-Fuqâhâ).

 Jauh sebelum Gamal Al-Banna, Muhammad ‘Abduh telah berbicara tentang kebebasan perempuan. Beliau membela perempuan mulai dari hak-hak privat, nikah, poligami, perceraian, kesaksian, hingga warisan. 

 Mengapa Gamal Al-Banna dan Abduh yang dijadikan contoh, tidakkah keduanya laki-laki? Tidakkah ini bentuk lain dari hegemoni kaum laki-laki terhadap kaum perempuan? Penulis memiliki tiga alasan memilih penafsiran laki-laki terhadap Al-Quran mengenai isu perempuan. 

 Pertama, perlawanan terhadap penindasan gender bukan terbatas pada jenis gender tersebut. Namun ia masalah bersama yang harus dilawan bersama-sama pula. Umat manusia diciptakan untuk berpasang-pasangan, ketergantungan kaum perempuan terhadap laki-laki, tidak lebih besar dari ketergantungan kaum laki-laki terhadap kaum perempuan. Keduanya harus saling membagi dan menerima, laki-laki dan perempuan laksana langit dan bumi, seperti dalam syair Maulana Jalâluddin al Rûmî, Menurut akal, langit adalah pria dan bumi adalah wanita. Apa saja yang diberikan oleh satunya, yang lainpun menerimanya. 

 Kedua, kepedulian laki-laki terhadap masalah perempuan sebagai wujud “penghancuran” ego dan menghilangkan sekat-sekat psiko­logis, agar dua jenis ini bisa bisa saling memahami, mengerti, dan berempati dalam menikmati hidup sâkinah, penuh diliputi mawaddah dan rahmah. 

 Ketiga, integritas dan loyalitas Muhammad ‘Abduh dan Gamal Al-Banna sebagai Pioneer Reformasi Agama. ‘Abduh dan Gamal sangat gigih memperjuangkan hak-hak perempuan. Mereka ingin membongkar kedok-kedok tradisi yang menyimpang dengan mengatas namakan ajaran agama. Penafsiran yang selalu berkuatat pada poros patriarkhi. Baik ‘Abduh dan Gamal ingin menampakkan bahwa karakteristik agama selalu bergumul dan “memberontak” terhadap tradisi. Agama selalu datang membawa angin perubahan, pembaruan dan pembebasan. Jika agama memihak pada tradisi secara membabi-buta, maka, ia telah menjelma menjadi kekuatan status quo yang berbahaya.  

 Tafsir Membebaskan
Memahami teks dengan mempergunakan mitos, kita bisa menolaknya secara mudah, karena berasal dari riwayat Yahudi (al-isrâ’iliyât). Namun, bagaimana dengan teks-teks yang terdapat dalam Al-Quran? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus menafsirkan kembali (reinterpretasi) teks-teks di atas dan menghubungkannya dengan konteks (realita) sosial dan budaya saat teks tersebut turun.

Islam—seperti agama-agama yang lain—turun pada realita yang sarat dengan nilai dan budaya. Keduanya saling bergumul dan mempengaruhi, di satu sisi agama mempengaruhi budaya, di lain sisi, budaya mempengaruhi agama. Subordinasi budaya terhadap agama merupakan realitas "nilai tawar" agama terhadap realita, ataupun sebagai "karakter kondisional" agama. Karena agama yang tidak memiliki "nilai" dan "karakter" tersebut berkonsekuensi melakukan tafsir yang radikal.

Islam turun terhadap masyarakat yang telah memiliki nilai dan struktur sosial tersendiri. Masyarakat Arab Jahili yang patriarkhi cenderung meminggirkan peran dan posisi perempuan.
I
slam turun mereformasi—bukan merevolusi—pandangan bangsa Arab terhadap perempuan. Islam datang membawa misi kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang sama. Kita bisa menilik dalil-dalil seperti hendaklah kita memperlakukan perempuan dengan baik (wa lahunna mitsl 'alayhinna bi al-ma'ruf), perempuan adalah saudara kandung laki-laki (al-nisâ' syaqâ'iq al-rijâl), dan beberapa dalil lainnya.

 Ajaran Islam yang berjiwa egaliter ini membentur "dinding-dinding keangkuhan" bangsa Arab. Bagaimanapun juga Islam adalah ajaran yang lembut, ramah dan kompromistis—jika bukan masalah akidah. Pembangkangan bangsa Arab—khususnya—dalam masalah perempuan dihadapi dengan sikap yang arif dan dewasa. Islam memilih bahaya (mafsadah) yang lebih kecil daripada bahaya yang lebih besar. Dan "kompromi" Islam terhadap budaya Arab bisa dipahami sebagai solusi alternatif dari pemilihan dua mafsadah tadi. 

 Diriwayatkan seorang perempuan mengadu kepada Rasulullah ditampar suaminya. Rasulullah menyuruh perempuan tersebut membalas tamparan sang suami sebagai realisasi ayat qishbsh al-Quran anna al-nafs bi al-nafs wa al-'ayna bi al-'ayn..., (jiwa dibalas jiwa, mata dibalas mata..) sekaligus bukti kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dan masyarakat Arab pun bereaksi keras, bagaimana mungkin perempuan yang sebelumnya tidak dihargai sama sekali, tiba-tiba diperbolehkan membalas perlakuan sama terhadap laki-laki? Sebagai "kompromi" turun ayat, al-rijâl qawwâmûn 'alâ al-nisâ' (laki-laki lebih berkuasa atas perempuan).

Kita bisa menjumpai beberapa teks agama yang memiliki nuansa "kompromistis" dan "kondisional" seperti di atas, seperti ayat-ayat perang, perbudakan, poligami, dan lain sebagainya. Bagi pihak-pihak yang tidak mengerti konteks sosio-historis ayat-ayat "kompromistis" tadi, al-Quran bisa dituding -seperti yang saya tulis di depan makalah ini- "inkonsisten". Padahal kalau kita memahami konteksnya dengan seksama, keberadaan ayat-ayat tersebut bisa dilenturkan (ma‘fû 'anhu).

Hal lain yang perlu diperhatikan juga, kita tidak bisa berhenti pada arti (makna) teks yang bertumpu pada muatan sejarah dan konteks. Karena, hal tersebut merupakan bentuk dari "pemasungan" sekaligus "pembunuhan" terhadap teks-teks. Dalam arti lain, kita telah "memonumenkan" teks-teks tersebut dan menganggapnya tidak lagi memiliki makna kekinian. Namun pada waktu yang bersamaan kita "diharuskan" menghadirkan kembali teks-teks tersebut meskipun rentang perbedaan ruang dan waktu yang sangat panjang. Di sini letak urgensi memahami "arti historis-orisinil" teks yang bisa disebut ma'nâ (pengertian) dan "arti realistas-modern" teks yang disebut maghzâ (signifikansi) teks-teks. 

 Menurut Nashr Hamid Abu-Zayd, perbedaan makna dan signifikansi terletak pada dua aspek. Pertama, "makna" adalah pemahaman terhadap teks yang berasal dari konteks internal bahasa (al-siyâq al-lughawâ al-dhâkhilî) dan konteks eksternal sosio-kultural ekstern (al-siyâq al-tsaqâfî al-ijtimâ'i al-khârijî). Sedangkan "signifikansi" adalah pemahaman terhadap teks sesuai dengan kondisi kekinian. Hubungan antara makna dan signifikansi seperti dua mata uang yang tidak bisa dipisah. Bahkan, "signifikansi" lahir dari pemahaman kita terhadap makna asal teks-teks tersebut.

 Kedua, "makna" bersifat statis-relatif (al-tsâbbt al-nisbî), bersifat statis karena ia merupakan makna asli teks sehingga terus menyertai teks tersebut, dan relatif karena ia memiliki "keterbatasan" ruang dan waktu. Sedangkan "signifikansi" terus bergerak mengikuti perputaran dan perubahan cakrawala pembacaan kita. (Nashr Hamid: 1995, 221).

 Dengan demikian, tafsir Al-Quran yang membebaskan menjadi penting guna mengangkat harkat dan martabat perempuan, sehingga perempuan mempunyai peran yang membebaskan di tengah-tengah masyarakat.
salam
Guntur Romli

Minggu, 15 Juni 2008

Minggu, 08 Juni 2008

J. RUMI, renungan .......

 DUA KEINGINAN

Di keheningan malam, Sang Maut turun dari hadirat Tuhan menuju ke bumi. Ia terbang melayang-layang di atas sebuah kota dan mengamati seluruh penghuni dengan tatapan matanya. Ia menyaksikan jiwa-jiwa yang melayang-layang dengan sayap-sayap mereka, dan orang-orang yang terlena di dalam kekuasaan sang lelap.

Ketika rembulan tersungkur kaki langit, dan kota itu berubah warna menjadi hitam legam, Sang Maut berjalan dengan langkah tenang di tengah pemukiman -- berhati-hati tidak menyentuh apapun -- sampai tiba di sebuah istana. Dia masuk dan tak seorang pun kuasa menghalangi. Dia tegak di sisi sebuah ranjang dan menyentuh pelupuk matanya, dan orang yang tidur itu bangun dengan ketakutan.

Melihat bayangan Sang Maut di hadapannya, dia menjerit dengan suara ketakutan, "Menyingkirlah kau dariku, mimpi yang mengerikan! Pergilah engkau makhluk jahat! Siapakah engkau ini? Dan bagaimana mungkin kau masuk istana ini? Apa yang kau inginkan? Minggatlah, karena akulah empunya rumah ini. Enyahlah kamu, kalau tidak, kupanggil para budak dan para pengawal untuk mencincangmu menjadi kepingan!"

Kemudian Maut berkata dengan suara lembut, tapi sangat menakutkan, "Akulah kematian, berdiri dan membungkuklah kepadaku."

Dan si kaya berkuasa itu bertanya, "Apa yang kau inginkan dariku sekarang, dan benda apa yang kau cari? Kenapa kau datang ketika pekerjaanku belum selesai? Apa yang kau inginkan dari orang kuat seperti aku? Pergilah sana, carilah orang-orang yang lemah, dan ambillah dia! Aku ngeri oleh taring-taringmu yang berdarah dan wajahmu yang bengis, dan mataku bergetar menatap sayap-sayapmu yang menjijikan dan tubuhmu yang memuakkan."

Setelah diam beberapa saat dan tersadar dari ketakutannya, ia menambahkan, "Tidak, tidak, Maut yang pengampun, jangan pedulikan apa yang telah kukatakan, karena rasa takut membuat diriku mengucapkan kata-kata yang sesungguhnya terlarang. Maka ambillah emasku seperlunya atau nyawa salah seorang dari budak, dan tinggalkanlah diriku... Aku masih memperhitungkan kehidupan yang masih belum terpenuhi dan kekayaan pada orang-orang yang belum terkuasai. Di atas laut aku memiliki kapal yang belum kembali ke pelabuhan, dan pada hasil bumi yang belum tersimpan. Ambillah olehmu barang yang kau inginkan dan tinggalkanlah daku. Aku punya selir, cantik bagai pagi hari, untuk kau pilih, Kematian. Dengarlah lagi : Aku punya seorang putra tunggal yang kusayangi, dialah biji mataku. Ambillah dia juga, tapi tinggalkan diriku sendirian."

Sang Maut itu menggeram, engkau tidak kaya tapi orang miskin yang tak tahu diri. Kemudian Maut mengambil tangan orang itu, mencabut kehidupannya, dan memberikannya kepada para malaikat di langit untuk memeriksanya.

Dan maut berjalan perlahan di antara orang-orang miskin hingga ia mencapai rumah paling kumuh yang ia temukan. Ia masuk dan mendekati ranjang di mana tidur seorang pemuda dengan kelelapan yang damai. Maut menyentuh matanya, anak muda itu pun terjaga. Dan ketika melihat Sang Maut berdiri di sampingnya, ia berkata dengan suara penuh cinta dan harapan, "Aku di sini, wahai Sang Maut yang cantik. Sambutlah ruhku, impianku yang mengejawantah dan hakikat harapanku. Peluklah diriku, kekasih jiwaku, karena kau sangat penyayang dan tak kan meninggalkan diriku di sini. Kaulah utusan Ilahi, kaulah tangan kanan kebenaran. Jangan tinggalkan daku."

"Aku telah memanggilmu berulang kali, namun kau tak mendengarkan. Tapi kini kau telah mendengarku, karena itu jangan kecewakan cintaku dengan peng-elakan diri. Peluklah ruhku, Sang Maut terkasih."

Kemudian Sang Maut meletakkan jari-jari lembutnya ke atas bibir yang bergetar itu, mencabut nyawanya, dan menaruhnya di bawah sayap-sayapnya.
Ketika ia naik kembali ke langit, Maut menoleh ke belakang -- ke dunia -- dan dalam bisikan ia berkata, "Hanya mereka yang di dunia mencari Keabadian-lah yang sampai ke Keabadian itu."

KEMISKINAN MENGANCAM KEBHINEKAAN KITA



Isu BBM yang seksi itu mungkin adalah sesuatu yang dapat meruntuhkan kapital simbolis, meminjam Pemikiran dari Pierre Felix Bourdieu system ekonomi dimana posisi dan kuasa ditentukan oleh uang dan harta dan system budaya atau simbolik. Dalam system tersebut status seseorang akan ditentukan oleh banyaknya modal simbolik atau modal budaya yang dimilikinya sebagai sumber dominasi. isu BBM bukanlah sekedar mendiskreditkan pemerintah SBY JK, ISU bbm bukan semata mata target politik pembusukan istana namun diharapkan menjadi momentum kepada sebuah cita cita kebangsaan yang pada tahun pergerakan berhasil mengusir penjajah dari tanah persada, dengan mengukir asa dalam sebuah piagam pembukaan UUD 45, tentang sosialisme kebangsaan, persatuan, dan kemanusiaan yang adil dan beradab, dan keadilan sosial , saatnya bangsa ini memiliki seorang pemimpin (yang memiliki jati diri dan keberanian mandiri secara ekonomi, mampu menegakkan kedaulatan bangsa dan harga diri bangsa).

Sebelum meneruskan, presentasi ini bukanlah sesuatu yang final ,masih berpeluang untuk diperdebatkan, penulis bersandar pada data empiris dalam geopolitik tanah air dan semoga bermanfaat sebagai pisau analisis metode berpikir kita semua.

Belum kering ingatan kita akan kebijakan pemerintah yang gemar menaikkan BBM, dengan beragam alasan yang dirumuskan secara konstitusional dalam UU APBN yang mengacu kepada defisit anggaran akibat prediksi harga minyak mentah internasional yang fluktuatif. Meski terkesan basi tetapi fakta itulah yang terjadi pada kebijakan energi pemerintah dari rezim berganti rezim. Artinya bahwa wewenang DPR yang memiliki hak budget turut berperanan dalam mengelola energi nasional, ..... ....

Seratus tahun kebangkitan nasional Indonesia pada tanggal 20 mei 2008 dirayakan pemerintah secara megah dan kolosal dengan melibatkan puluhan ribu pendukung acara tersebut, momentum ini bagusnya menjadi mesiu yang efektif memperbaiki kesejahteraan rakyat , tetapi yang terjadi sungguh mengejutkan yaitu dengan keputusan pemerintah menaikkan BBM sebesar 30 % setelah sebelumnya pada awal tahun 2005 pemerintah telah 2 kali menaikkan harga BBM sebesar 160%, kenaikan BBM ini direspon dengan berbagai unjuk rasa penolakan dari mahasiswa yang eskalasinya semaikn meningkat , unjuk rasa penolakan kenaikan BBM tersebut tidak hanya terjadi di ibukota jakarta namun terjadi juga diseluruh pelosok negeri tidak terbatas pada mahasiswa saja namun sudah berbaur dengan elemen masyarakat lainnya, dan klimaks dari kegeraman mahasiswa tersebut berujung pada penyerbuan aparat polisi kedalam kampus universitas nasional dan menjebloskan 150 mahasiswa kedalam tahanan polres jakarta selatan , meski demikian peristiwa itu bukan menyurutkan langkah para civitas akademika di Indonesia namun memicu gerakan mahasiwa yang lebih masif hampir mendekati kristalisasi, namun sayang pemukulan seorang aktivis mahasiswa terhadap polisi di depan kampus universitas dr Mustopo membalik opini yang di blow up seluruh media cetak dan elektronik, dengan topik bahasan bahwa demo BBM berubah anarkis, mahasiswa kehilangan simpati masyarakat karena unjuk rasa itu tidak dilakukan dengan santun mahasiswa anarkis mirip preman, caci maki itu bahkan menjadi perdebatan di komentar Detik Com..

Kita semua menyaksikan sebuah permainan yang belum sempat usai...!!
panggung itu yang sempat menjadi harapan rakyat akan sebuah perubahan dari kutukan BBM, telah beralih menjadi panggung penyerbuan sebuah ormas FPI kepada ormas aliansi keberagaman yang sedang bersiap melakukan perayaan lahirnya Pancasila 1 juni 1945, sore hari itu dikejutkan dengan berita penyerangan dan pemukulan sepihak dengan jatuhnya puluhan korban, yang dikenal dengan peristiwa Monas, seakan sistematis penggantian panggung itu beralih dari kekerasan di kampus Unas kepada kekerasan yang terjadi di Monas, hiruk pikik media cetak dan elektronik memblow up haru biru kekerasan yang terjadi di Monas, kali ini Pemerintah melakukan tugasnya dengan benar dalam rangka penegakkan hukum, gambar seorang Habib dan munarman menuntut ahmadiyah bercampur dengan gambar juru bicara istana berapi api ingin membela pluralisme, ....” 3 orang ini layaknya bagai artis terkenal yang menjadi bintang di televisi..” ingin sekali rasanya ikut berpesta melihat ribuan polisi menyerbu markas FPI, meski pertanyaan berkecamuk dikepalaku karena yang hendak ditangkap ternyata hanya puluhan anggota FPI, secara tidak langsung FPI ditempatkan dalam posisi yang sangat diperhitungkan, bahkan bapak Kapolda Adang Firman tidak tidur hingga pagi hari menunggu pihak FPI menyerahkan diri, drama itu cukup menegangkan masyarakat karena diliput secara langsung oleh televisi.....”

30 menit sebelum peristiwa monas terjadi ditempat itu PDI Perjuangan baru saja menyelesaikan gerak jalan dengan tema gebyar pancasila melibatkan 150 000 kader PDIP untuk memperingati hari lahirnya Pancasila, dan dengan massa sebanyak itu PDI Perjuangan berhasil mendisiplinkan kadernya dengan damai tanpa gesekan sekecil apapun, sayang sekali acara yang kolosal itu hanya selintas tampil dimedia tanpa apresiasi, keburu panggung itu beralih menjadi panggungnya kekerasan perisiwa monas.

Ingin sekali saya membangunkan ingatan pemerintah kita, hendaknya tindakan hukum tidak hanya kepada ormas FPI saja dalam kasus kekerasan di Monas, namun juga menengok terjadinya kekerasan demi kekerasan yang telah sekian lama berlangsung sistematis didaerah yang dilakukan atas dasar kebencian terhadap rumah rumah ibadah yang dibakar juga ribuan orang yang terusir dari kampungnya akibat perbedaan paham, kasus kasus pelanggaran hak asasi manusia tersebut selama ini justru terkesan pembiaran, hendaknya penuntasan kasus tersebut beriringan dengan bobot yang sama secara komprehensif, demokrasi menjamin aspirasi yang sudah diatur dalam UUD 45 dan Undang Undang. Bahwa kenaikan BBM dampaknya juga menjadi pemicu terjadinya kekerasan tidak hanya dalam wilayah domestik belaka namun juga merusak tatanan sosial masyarakat, kemiskinan akibat kenaikan BBM akan menimbulkan distorsi dan deviasi sosial di masyarakat.

Hendaknya rasa aman dan nyaman masyarakat harus dapat dijamin oleh Pemerintah, bahwasanya kebinekaan kita akan terjaga manakala masyarakat mendapatkan hak dan kewajibannya secara seimbang , yang dapat MEMASUNG kebinekaan hanyalah kemiskinan dan kebodohan, bahwa kemiskinan MENGANCAM berlangsungnya kebinekaan, dan menurut konstitusi yang bertanggung jawab membebaskan masyarakat dari kemiskinan dan Kebodohan adalah Pemerintah, sedangkan media sebagai PILAR DEMOKRASI harus memiliki kepedulian sebagai AGEN PERUBAHAN tidak menjadi alat dari kepentingan golongan manapun, mendidik masyarakat dengan informasi yang jujur dan tidak melakukan pembodohan kepada rakyat, dapat dipahami bahwasanya sebagai manusia mensiasati KEHIDUPAN wajib dilakukan tetapi tidak boleh mensiasati KEBENARAN................... “
Salam sdi....

INFILTRASI ASING TERHADAP KEDAULATAN BANGSA

Kenaikan harga BBM sebenarnya merupakan satu bagian kecil dari upaya liberalisasi sektor migas di negeri ini. Nantinya, Pertamina, perusahaan miyak yang selama ini menjadi pengelola tunggal itu akan bersaing dengan lebih dari 40 perusahaan migas asing yang sudah mengantongi izin untuk membuka 20.000 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di seluruh Indonesia, dengan harga standar internasional. Berikut ini perbincangan dengan Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada Drs. Revrisond Baswir, M.B.A, yang ditemui dalam Seminar Peringatan Hari Lahir Pancasila, di Gedung DPR, Jakarta. Berikut petikannya:

* Kenaikan BBM ini kedepannya akan berdampak seperti apa?
Untuk mengetahui dampak kenaikan harga BBM, kita harus tahu persis latar belakang dan motivasi. Kalau menurut pemerintah, latar belakangnya apakah untuk mengoreksi yang tidak tepat sasaran, untuk menghemat konsumsi BBM, termasuk untuk menghindari penyelundupan dan sebagainya. Saya kira itu alasan yang dicari-cari, bukan penjelasan namun justru mengaburkan dari motif sebenarnya. Alasan yang sebenarnya adalah sejak pemerintah menandatanganani LOI 1998 di mana kita tunduk pada IMF untuk melepas harga BBM ke harga internasional. Ini sebenarnya bukan soal kenaikan, tapi soal proses bertahap melepas harga BBM ke harga pasar sesuai garis IMF, dan itu sudah difollow up oleh pemerintah yang sejak 1999 sudah membuat draft UU Migas yang baru, tapi pada waktu itu bentrok dengan Pertamina.

Lalu pada tahun 2000, Amerika masuk lewat USAID menyediakan utang untuk memulai proses liberalisasi sektor migas itu. Salah satu yang dikerjakan USAID dalam rangka liberalisasi itu adalah menyiapkan draft UU yang baru, bekerjasama dengan IDB dan World Bank menyiapkan reformasi sektor energi secara keseluruhan. Dalam UU Migas jelas, pasal 28 ayat 2 UU migas mengatakan harga BBM dilepas ke mekanisme pasar, sudah jelas itu.masalah kemudian, segera setelah UU Migas keluar, pemerintah segera membuka izin bagi perusahaan-perusaha an asing untuk masuk ke berbagai tahap dalam proses migas di tanah air, mulai dari hulu sampai ke hilir. Dan bahkan mereka mengendalikan izin untuk perusahaan asing untuk membuka SPBU, sampai lebih dari 40 perusahaan yang sudah pegang izin untuk membuka SPBU itu. Masing-masing perusahaan diberi kesempatan membuka sekitar 20.000 SPBU di seluruh Indonesia. Target mereka sebenarnya pada 2005 harga BBM sudah bisa dilepas ke pasar, hanya saja di tengah jalan UU migas dibawa ke Mahmakah Konstitusi (MK) oleh serikat pekerja pertamina, disidangkan di MK. Dan pasal 28 tentang pelepasan harga ke pasar itu dibatalkan MK, karena bertentangan dengan konstitusi. Itu sebenarnya yang menggganjal.

Masalahnya mereka kan tidak mau menyerah, setelah dinyatakan UU itu bertentangan dengan konstitusi, mereka jalan terus dengan istilah baru, dari istilah harga pasar menjadi "harga keekonomian" , itu hanya untuk berkelit saja. Karena harga pasar dilarang MK, maka ganti yang lain, tetapi maksudnya sama. Isu yang tepat dalam kasus ini adalah liberalisasi sektor migas dan pelepasan harga BBM ke harga pasar. Jadi kalau kita lihat, setelah rencana itu gagal tahun 2005, dan muncul istilah harga keekonomian. Maka kini target pemerintah sesuai dengan apa yang diakatakan oleh Pak Budiono (Menko Perekonomian, dulu), setelah naik pada 24 Mei kemarin, diperkirakan pada September 2008 akan naik lagi secara bertahap, sampai ditargetkan selambat-lambatnya 2009 sudah sesuai dengan harga pasar minyak dunia. Sama dengan patokan di New York, kalau dieceran mencapai Rp 12.000 per liter.

* Keuntungan apa yang akan diambil dari kebijakan melepas harga BBM ke pasar?
Bukan itu isunya. Isunya hanya dengan melepas harga BBM ke pasar, hanya dengan cara itu SPBU-SPBU asing itu mau beroperasi di sini. Kalau harga bersubsidi bagaimana SPBU asing bisa beroperasi dan bersaing dengan Pertamina, ini masalahnya. Masalahnya soal menangkap peluang investasi. Ada perusahaan asing ingin membuka SPBU asing, berarti SPBU asing ini mau melakukan investasi, tetapi SPBU asing hanya bisa jualan BBM, kalau BBM-nya sesuai dengan harga pasar. Jadi masalah ini saja, soal pasar. Pengakhiran monopoli Pertamina, pembukaan peluang bagi asing untuk berbisnis eceran BBM, dan seterusnya.

* Seperti sekarang ini Petronas dan Shell sudah membuka SPBU-nya?
Makanya akibat kenaikan BBM tahun 2005, Shell buka, Petronas juga buka. Tapi apakah masuk akal kalau orang membuka SPBU itu hanya Jabotabek saja, gak mungkinkan, izin yang mereka peroleh, mereka boleh buka 20.000 SPBU di seluruh Indonesia, nah ada 40 perusahaan lebih yang punya izin. Bisa dibayangkan, berapa banyak SPBU yang akan berdiri, dan bukan hanya Jabodetabek, tapi juga seluruh Indonesia.

Pertamina sendiri sudah memperkirakan hanya akan mampu menjual maksimal 50 persen saja, 50 persennya akan diambil oleh SPBU-SPBU asing itu. Nah kalau 2009 dilepas ke pasar, rencana terakhir pemerintah adalah bahwa sektorswasta bisa masuk ke bisnis eceran migas dilakukan secara penuh baru pada tahun 2010. Jadi bukan masalah BBM naik, kemiskinan, BLT, bukan isu itu tapi mereka menganggap ini hanya dampak saja. Lalu kemudian bagaimana dampak itu diperlunak. Tetap saja mereka akan jalan terus dengan agendanya, bagaimana membuat sektor migas hingga terpenuhi sesuai harga pasar. Saya kira isu lifting tidak relevan, karena ini isunya bukan naiknya berapa persen, bukan itu. Isunya adalah soal melepas harga itu, jadi pemerintah ingin lepas tangan dari urusan harga BBM. Dia gak mau mengatur mau naik, mau nggak naik, dia mau lepaskan, jadi isu lifting menjadi tidak penting. Apalagi kalau SPBU beroperasi di sini, gak penting lagi, sumber migasnya darimana, mau impor 100 persen, ya boleh. Itu dia, justru itu malah mengaburkan masalah dari pokok masalah kita.

* Masalah ini sekarang sudah mulai masuk ke ranah politik, ada wacana mengimpeach Presiden. Bagaimana ini?

Soal pemakzulan (IMPEACHMENT) Presiden, kalau kita bicara UU migas, kemudian UU Kelistrikan, kemudian UU APBN, yang terkait dengan subsidi dan lain-lain itu kan atas persetujuan DPR, jadi proses liberalisasi ini juga berlangsung atas persetujuan DPR. Kalau akan dimakzulkan bukan saja Presiden, tapi juga DPR-nya juga dimakzulkan. Dan itu terbukti di MK, jadi yang melanggar konstitusi bukan hanya pemerintah, tapi juga DPR. Inilah yang menjadi problem sekarang, jadi secara politik masalah ini sangat kompleks, karena belum ada aturan, bagaimana apabila pelanggaran konstitusi dilakukan Presiden dan DPR. Nah ini tidak ada UU-nya, saya sudah menanyakan hal ini kepada hakim agung, celakanya pelanggaran konstitusi ini tidak hanya sekali. UU Listrik batal demi hukum, karena melanggar konstitusi, UU Migas pasal mengenai harga pasar batal karena melanggar konstitusi, UU Penanaman Modal pasal mengenai Hak Guna Usaha karena melanggar konstitusi, UU APBN tiga tahun berturut-turut melanggar konstitusi, ini masalah kita.

* Akar permasalah dari kebijakan melepas BBM ke harga pasar?
* Masalahnya adalah apa yang disebut dengan Neokolonialisme dan Neoliberalisme.

* Solusinya bagaimana?
Solusinya, kita harus memperteguh kembali komitmen sebagai bangsa terhadap cita-cita proklamasi dan amanat konstitusi, ini harus ditegakan kembali. Setelah ini baru mengoreksi semua penyimpangan- penyimpangan, apakah itu kebijakan, peraturan pemerintah, UU, semua itu harus ditertibkan kembali. Karena menurut perkiraan Ketua Mahmakah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, 27 persen UU melanggar konstitusi, harus dibereskan dulu. Dari situ baru kita lihat dampak turunannya apakah kepada kontrak bagi hasil, harga BBM, harga listrik, dan lain-lain. (novel)