Minggu, 08 Juni 2008

J. RUMI, renungan .......

 DUA KEINGINAN

Di keheningan malam, Sang Maut turun dari hadirat Tuhan menuju ke bumi. Ia terbang melayang-layang di atas sebuah kota dan mengamati seluruh penghuni dengan tatapan matanya. Ia menyaksikan jiwa-jiwa yang melayang-layang dengan sayap-sayap mereka, dan orang-orang yang terlena di dalam kekuasaan sang lelap.

Ketika rembulan tersungkur kaki langit, dan kota itu berubah warna menjadi hitam legam, Sang Maut berjalan dengan langkah tenang di tengah pemukiman -- berhati-hati tidak menyentuh apapun -- sampai tiba di sebuah istana. Dia masuk dan tak seorang pun kuasa menghalangi. Dia tegak di sisi sebuah ranjang dan menyentuh pelupuk matanya, dan orang yang tidur itu bangun dengan ketakutan.

Melihat bayangan Sang Maut di hadapannya, dia menjerit dengan suara ketakutan, "Menyingkirlah kau dariku, mimpi yang mengerikan! Pergilah engkau makhluk jahat! Siapakah engkau ini? Dan bagaimana mungkin kau masuk istana ini? Apa yang kau inginkan? Minggatlah, karena akulah empunya rumah ini. Enyahlah kamu, kalau tidak, kupanggil para budak dan para pengawal untuk mencincangmu menjadi kepingan!"

Kemudian Maut berkata dengan suara lembut, tapi sangat menakutkan, "Akulah kematian, berdiri dan membungkuklah kepadaku."

Dan si kaya berkuasa itu bertanya, "Apa yang kau inginkan dariku sekarang, dan benda apa yang kau cari? Kenapa kau datang ketika pekerjaanku belum selesai? Apa yang kau inginkan dari orang kuat seperti aku? Pergilah sana, carilah orang-orang yang lemah, dan ambillah dia! Aku ngeri oleh taring-taringmu yang berdarah dan wajahmu yang bengis, dan mataku bergetar menatap sayap-sayapmu yang menjijikan dan tubuhmu yang memuakkan."

Setelah diam beberapa saat dan tersadar dari ketakutannya, ia menambahkan, "Tidak, tidak, Maut yang pengampun, jangan pedulikan apa yang telah kukatakan, karena rasa takut membuat diriku mengucapkan kata-kata yang sesungguhnya terlarang. Maka ambillah emasku seperlunya atau nyawa salah seorang dari budak, dan tinggalkanlah diriku... Aku masih memperhitungkan kehidupan yang masih belum terpenuhi dan kekayaan pada orang-orang yang belum terkuasai. Di atas laut aku memiliki kapal yang belum kembali ke pelabuhan, dan pada hasil bumi yang belum tersimpan. Ambillah olehmu barang yang kau inginkan dan tinggalkanlah daku. Aku punya selir, cantik bagai pagi hari, untuk kau pilih, Kematian. Dengarlah lagi : Aku punya seorang putra tunggal yang kusayangi, dialah biji mataku. Ambillah dia juga, tapi tinggalkan diriku sendirian."

Sang Maut itu menggeram, engkau tidak kaya tapi orang miskin yang tak tahu diri. Kemudian Maut mengambil tangan orang itu, mencabut kehidupannya, dan memberikannya kepada para malaikat di langit untuk memeriksanya.

Dan maut berjalan perlahan di antara orang-orang miskin hingga ia mencapai rumah paling kumuh yang ia temukan. Ia masuk dan mendekati ranjang di mana tidur seorang pemuda dengan kelelapan yang damai. Maut menyentuh matanya, anak muda itu pun terjaga. Dan ketika melihat Sang Maut berdiri di sampingnya, ia berkata dengan suara penuh cinta dan harapan, "Aku di sini, wahai Sang Maut yang cantik. Sambutlah ruhku, impianku yang mengejawantah dan hakikat harapanku. Peluklah diriku, kekasih jiwaku, karena kau sangat penyayang dan tak kan meninggalkan diriku di sini. Kaulah utusan Ilahi, kaulah tangan kanan kebenaran. Jangan tinggalkan daku."

"Aku telah memanggilmu berulang kali, namun kau tak mendengarkan. Tapi kini kau telah mendengarku, karena itu jangan kecewakan cintaku dengan peng-elakan diri. Peluklah ruhku, Sang Maut terkasih."

Kemudian Sang Maut meletakkan jari-jari lembutnya ke atas bibir yang bergetar itu, mencabut nyawanya, dan menaruhnya di bawah sayap-sayapnya.
Ketika ia naik kembali ke langit, Maut menoleh ke belakang -- ke dunia -- dan dalam bisikan ia berkata, "Hanya mereka yang di dunia mencari Keabadian-lah yang sampai ke Keabadian itu."

KEMISKINAN MENGANCAM KEBHINEKAAN KITA



Isu BBM yang seksi itu mungkin adalah sesuatu yang dapat meruntuhkan kapital simbolis, meminjam Pemikiran dari Pierre Felix Bourdieu system ekonomi dimana posisi dan kuasa ditentukan oleh uang dan harta dan system budaya atau simbolik. Dalam system tersebut status seseorang akan ditentukan oleh banyaknya modal simbolik atau modal budaya yang dimilikinya sebagai sumber dominasi. isu BBM bukanlah sekedar mendiskreditkan pemerintah SBY JK, ISU bbm bukan semata mata target politik pembusukan istana namun diharapkan menjadi momentum kepada sebuah cita cita kebangsaan yang pada tahun pergerakan berhasil mengusir penjajah dari tanah persada, dengan mengukir asa dalam sebuah piagam pembukaan UUD 45, tentang sosialisme kebangsaan, persatuan, dan kemanusiaan yang adil dan beradab, dan keadilan sosial , saatnya bangsa ini memiliki seorang pemimpin (yang memiliki jati diri dan keberanian mandiri secara ekonomi, mampu menegakkan kedaulatan bangsa dan harga diri bangsa).

Sebelum meneruskan, presentasi ini bukanlah sesuatu yang final ,masih berpeluang untuk diperdebatkan, penulis bersandar pada data empiris dalam geopolitik tanah air dan semoga bermanfaat sebagai pisau analisis metode berpikir kita semua.

Belum kering ingatan kita akan kebijakan pemerintah yang gemar menaikkan BBM, dengan beragam alasan yang dirumuskan secara konstitusional dalam UU APBN yang mengacu kepada defisit anggaran akibat prediksi harga minyak mentah internasional yang fluktuatif. Meski terkesan basi tetapi fakta itulah yang terjadi pada kebijakan energi pemerintah dari rezim berganti rezim. Artinya bahwa wewenang DPR yang memiliki hak budget turut berperanan dalam mengelola energi nasional, ..... ....

Seratus tahun kebangkitan nasional Indonesia pada tanggal 20 mei 2008 dirayakan pemerintah secara megah dan kolosal dengan melibatkan puluhan ribu pendukung acara tersebut, momentum ini bagusnya menjadi mesiu yang efektif memperbaiki kesejahteraan rakyat , tetapi yang terjadi sungguh mengejutkan yaitu dengan keputusan pemerintah menaikkan BBM sebesar 30 % setelah sebelumnya pada awal tahun 2005 pemerintah telah 2 kali menaikkan harga BBM sebesar 160%, kenaikan BBM ini direspon dengan berbagai unjuk rasa penolakan dari mahasiswa yang eskalasinya semaikn meningkat , unjuk rasa penolakan kenaikan BBM tersebut tidak hanya terjadi di ibukota jakarta namun terjadi juga diseluruh pelosok negeri tidak terbatas pada mahasiswa saja namun sudah berbaur dengan elemen masyarakat lainnya, dan klimaks dari kegeraman mahasiswa tersebut berujung pada penyerbuan aparat polisi kedalam kampus universitas nasional dan menjebloskan 150 mahasiswa kedalam tahanan polres jakarta selatan , meski demikian peristiwa itu bukan menyurutkan langkah para civitas akademika di Indonesia namun memicu gerakan mahasiwa yang lebih masif hampir mendekati kristalisasi, namun sayang pemukulan seorang aktivis mahasiswa terhadap polisi di depan kampus universitas dr Mustopo membalik opini yang di blow up seluruh media cetak dan elektronik, dengan topik bahasan bahwa demo BBM berubah anarkis, mahasiswa kehilangan simpati masyarakat karena unjuk rasa itu tidak dilakukan dengan santun mahasiswa anarkis mirip preman, caci maki itu bahkan menjadi perdebatan di komentar Detik Com..

Kita semua menyaksikan sebuah permainan yang belum sempat usai...!!
panggung itu yang sempat menjadi harapan rakyat akan sebuah perubahan dari kutukan BBM, telah beralih menjadi panggung penyerbuan sebuah ormas FPI kepada ormas aliansi keberagaman yang sedang bersiap melakukan perayaan lahirnya Pancasila 1 juni 1945, sore hari itu dikejutkan dengan berita penyerangan dan pemukulan sepihak dengan jatuhnya puluhan korban, yang dikenal dengan peristiwa Monas, seakan sistematis penggantian panggung itu beralih dari kekerasan di kampus Unas kepada kekerasan yang terjadi di Monas, hiruk pikik media cetak dan elektronik memblow up haru biru kekerasan yang terjadi di Monas, kali ini Pemerintah melakukan tugasnya dengan benar dalam rangka penegakkan hukum, gambar seorang Habib dan munarman menuntut ahmadiyah bercampur dengan gambar juru bicara istana berapi api ingin membela pluralisme, ....” 3 orang ini layaknya bagai artis terkenal yang menjadi bintang di televisi..” ingin sekali rasanya ikut berpesta melihat ribuan polisi menyerbu markas FPI, meski pertanyaan berkecamuk dikepalaku karena yang hendak ditangkap ternyata hanya puluhan anggota FPI, secara tidak langsung FPI ditempatkan dalam posisi yang sangat diperhitungkan, bahkan bapak Kapolda Adang Firman tidak tidur hingga pagi hari menunggu pihak FPI menyerahkan diri, drama itu cukup menegangkan masyarakat karena diliput secara langsung oleh televisi.....”

30 menit sebelum peristiwa monas terjadi ditempat itu PDI Perjuangan baru saja menyelesaikan gerak jalan dengan tema gebyar pancasila melibatkan 150 000 kader PDIP untuk memperingati hari lahirnya Pancasila, dan dengan massa sebanyak itu PDI Perjuangan berhasil mendisiplinkan kadernya dengan damai tanpa gesekan sekecil apapun, sayang sekali acara yang kolosal itu hanya selintas tampil dimedia tanpa apresiasi, keburu panggung itu beralih menjadi panggungnya kekerasan perisiwa monas.

Ingin sekali saya membangunkan ingatan pemerintah kita, hendaknya tindakan hukum tidak hanya kepada ormas FPI saja dalam kasus kekerasan di Monas, namun juga menengok terjadinya kekerasan demi kekerasan yang telah sekian lama berlangsung sistematis didaerah yang dilakukan atas dasar kebencian terhadap rumah rumah ibadah yang dibakar juga ribuan orang yang terusir dari kampungnya akibat perbedaan paham, kasus kasus pelanggaran hak asasi manusia tersebut selama ini justru terkesan pembiaran, hendaknya penuntasan kasus tersebut beriringan dengan bobot yang sama secara komprehensif, demokrasi menjamin aspirasi yang sudah diatur dalam UUD 45 dan Undang Undang. Bahwa kenaikan BBM dampaknya juga menjadi pemicu terjadinya kekerasan tidak hanya dalam wilayah domestik belaka namun juga merusak tatanan sosial masyarakat, kemiskinan akibat kenaikan BBM akan menimbulkan distorsi dan deviasi sosial di masyarakat.

Hendaknya rasa aman dan nyaman masyarakat harus dapat dijamin oleh Pemerintah, bahwasanya kebinekaan kita akan terjaga manakala masyarakat mendapatkan hak dan kewajibannya secara seimbang , yang dapat MEMASUNG kebinekaan hanyalah kemiskinan dan kebodohan, bahwa kemiskinan MENGANCAM berlangsungnya kebinekaan, dan menurut konstitusi yang bertanggung jawab membebaskan masyarakat dari kemiskinan dan Kebodohan adalah Pemerintah, sedangkan media sebagai PILAR DEMOKRASI harus memiliki kepedulian sebagai AGEN PERUBAHAN tidak menjadi alat dari kepentingan golongan manapun, mendidik masyarakat dengan informasi yang jujur dan tidak melakukan pembodohan kepada rakyat, dapat dipahami bahwasanya sebagai manusia mensiasati KEHIDUPAN wajib dilakukan tetapi tidak boleh mensiasati KEBENARAN................... “
Salam sdi....

INFILTRASI ASING TERHADAP KEDAULATAN BANGSA

Kenaikan harga BBM sebenarnya merupakan satu bagian kecil dari upaya liberalisasi sektor migas di negeri ini. Nantinya, Pertamina, perusahaan miyak yang selama ini menjadi pengelola tunggal itu akan bersaing dengan lebih dari 40 perusahaan migas asing yang sudah mengantongi izin untuk membuka 20.000 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di seluruh Indonesia, dengan harga standar internasional. Berikut ini perbincangan dengan Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada Drs. Revrisond Baswir, M.B.A, yang ditemui dalam Seminar Peringatan Hari Lahir Pancasila, di Gedung DPR, Jakarta. Berikut petikannya:

* Kenaikan BBM ini kedepannya akan berdampak seperti apa?
Untuk mengetahui dampak kenaikan harga BBM, kita harus tahu persis latar belakang dan motivasi. Kalau menurut pemerintah, latar belakangnya apakah untuk mengoreksi yang tidak tepat sasaran, untuk menghemat konsumsi BBM, termasuk untuk menghindari penyelundupan dan sebagainya. Saya kira itu alasan yang dicari-cari, bukan penjelasan namun justru mengaburkan dari motif sebenarnya. Alasan yang sebenarnya adalah sejak pemerintah menandatanganani LOI 1998 di mana kita tunduk pada IMF untuk melepas harga BBM ke harga internasional. Ini sebenarnya bukan soal kenaikan, tapi soal proses bertahap melepas harga BBM ke harga pasar sesuai garis IMF, dan itu sudah difollow up oleh pemerintah yang sejak 1999 sudah membuat draft UU Migas yang baru, tapi pada waktu itu bentrok dengan Pertamina.

Lalu pada tahun 2000, Amerika masuk lewat USAID menyediakan utang untuk memulai proses liberalisasi sektor migas itu. Salah satu yang dikerjakan USAID dalam rangka liberalisasi itu adalah menyiapkan draft UU yang baru, bekerjasama dengan IDB dan World Bank menyiapkan reformasi sektor energi secara keseluruhan. Dalam UU Migas jelas, pasal 28 ayat 2 UU migas mengatakan harga BBM dilepas ke mekanisme pasar, sudah jelas itu.masalah kemudian, segera setelah UU Migas keluar, pemerintah segera membuka izin bagi perusahaan-perusaha an asing untuk masuk ke berbagai tahap dalam proses migas di tanah air, mulai dari hulu sampai ke hilir. Dan bahkan mereka mengendalikan izin untuk perusahaan asing untuk membuka SPBU, sampai lebih dari 40 perusahaan yang sudah pegang izin untuk membuka SPBU itu. Masing-masing perusahaan diberi kesempatan membuka sekitar 20.000 SPBU di seluruh Indonesia. Target mereka sebenarnya pada 2005 harga BBM sudah bisa dilepas ke pasar, hanya saja di tengah jalan UU migas dibawa ke Mahmakah Konstitusi (MK) oleh serikat pekerja pertamina, disidangkan di MK. Dan pasal 28 tentang pelepasan harga ke pasar itu dibatalkan MK, karena bertentangan dengan konstitusi. Itu sebenarnya yang menggganjal.

Masalahnya mereka kan tidak mau menyerah, setelah dinyatakan UU itu bertentangan dengan konstitusi, mereka jalan terus dengan istilah baru, dari istilah harga pasar menjadi "harga keekonomian" , itu hanya untuk berkelit saja. Karena harga pasar dilarang MK, maka ganti yang lain, tetapi maksudnya sama. Isu yang tepat dalam kasus ini adalah liberalisasi sektor migas dan pelepasan harga BBM ke harga pasar. Jadi kalau kita lihat, setelah rencana itu gagal tahun 2005, dan muncul istilah harga keekonomian. Maka kini target pemerintah sesuai dengan apa yang diakatakan oleh Pak Budiono (Menko Perekonomian, dulu), setelah naik pada 24 Mei kemarin, diperkirakan pada September 2008 akan naik lagi secara bertahap, sampai ditargetkan selambat-lambatnya 2009 sudah sesuai dengan harga pasar minyak dunia. Sama dengan patokan di New York, kalau dieceran mencapai Rp 12.000 per liter.

* Keuntungan apa yang akan diambil dari kebijakan melepas harga BBM ke pasar?
Bukan itu isunya. Isunya hanya dengan melepas harga BBM ke pasar, hanya dengan cara itu SPBU-SPBU asing itu mau beroperasi di sini. Kalau harga bersubsidi bagaimana SPBU asing bisa beroperasi dan bersaing dengan Pertamina, ini masalahnya. Masalahnya soal menangkap peluang investasi. Ada perusahaan asing ingin membuka SPBU asing, berarti SPBU asing ini mau melakukan investasi, tetapi SPBU asing hanya bisa jualan BBM, kalau BBM-nya sesuai dengan harga pasar. Jadi masalah ini saja, soal pasar. Pengakhiran monopoli Pertamina, pembukaan peluang bagi asing untuk berbisnis eceran BBM, dan seterusnya.

* Seperti sekarang ini Petronas dan Shell sudah membuka SPBU-nya?
Makanya akibat kenaikan BBM tahun 2005, Shell buka, Petronas juga buka. Tapi apakah masuk akal kalau orang membuka SPBU itu hanya Jabotabek saja, gak mungkinkan, izin yang mereka peroleh, mereka boleh buka 20.000 SPBU di seluruh Indonesia, nah ada 40 perusahaan lebih yang punya izin. Bisa dibayangkan, berapa banyak SPBU yang akan berdiri, dan bukan hanya Jabodetabek, tapi juga seluruh Indonesia.

Pertamina sendiri sudah memperkirakan hanya akan mampu menjual maksimal 50 persen saja, 50 persennya akan diambil oleh SPBU-SPBU asing itu. Nah kalau 2009 dilepas ke pasar, rencana terakhir pemerintah adalah bahwa sektorswasta bisa masuk ke bisnis eceran migas dilakukan secara penuh baru pada tahun 2010. Jadi bukan masalah BBM naik, kemiskinan, BLT, bukan isu itu tapi mereka menganggap ini hanya dampak saja. Lalu kemudian bagaimana dampak itu diperlunak. Tetap saja mereka akan jalan terus dengan agendanya, bagaimana membuat sektor migas hingga terpenuhi sesuai harga pasar. Saya kira isu lifting tidak relevan, karena ini isunya bukan naiknya berapa persen, bukan itu. Isunya adalah soal melepas harga itu, jadi pemerintah ingin lepas tangan dari urusan harga BBM. Dia gak mau mengatur mau naik, mau nggak naik, dia mau lepaskan, jadi isu lifting menjadi tidak penting. Apalagi kalau SPBU beroperasi di sini, gak penting lagi, sumber migasnya darimana, mau impor 100 persen, ya boleh. Itu dia, justru itu malah mengaburkan masalah dari pokok masalah kita.

* Masalah ini sekarang sudah mulai masuk ke ranah politik, ada wacana mengimpeach Presiden. Bagaimana ini?

Soal pemakzulan (IMPEACHMENT) Presiden, kalau kita bicara UU migas, kemudian UU Kelistrikan, kemudian UU APBN, yang terkait dengan subsidi dan lain-lain itu kan atas persetujuan DPR, jadi proses liberalisasi ini juga berlangsung atas persetujuan DPR. Kalau akan dimakzulkan bukan saja Presiden, tapi juga DPR-nya juga dimakzulkan. Dan itu terbukti di MK, jadi yang melanggar konstitusi bukan hanya pemerintah, tapi juga DPR. Inilah yang menjadi problem sekarang, jadi secara politik masalah ini sangat kompleks, karena belum ada aturan, bagaimana apabila pelanggaran konstitusi dilakukan Presiden dan DPR. Nah ini tidak ada UU-nya, saya sudah menanyakan hal ini kepada hakim agung, celakanya pelanggaran konstitusi ini tidak hanya sekali. UU Listrik batal demi hukum, karena melanggar konstitusi, UU Migas pasal mengenai harga pasar batal karena melanggar konstitusi, UU Penanaman Modal pasal mengenai Hak Guna Usaha karena melanggar konstitusi, UU APBN tiga tahun berturut-turut melanggar konstitusi, ini masalah kita.

* Akar permasalah dari kebijakan melepas BBM ke harga pasar?
* Masalahnya adalah apa yang disebut dengan Neokolonialisme dan Neoliberalisme.

* Solusinya bagaimana?
Solusinya, kita harus memperteguh kembali komitmen sebagai bangsa terhadap cita-cita proklamasi dan amanat konstitusi, ini harus ditegakan kembali. Setelah ini baru mengoreksi semua penyimpangan- penyimpangan, apakah itu kebijakan, peraturan pemerintah, UU, semua itu harus ditertibkan kembali. Karena menurut perkiraan Ketua Mahmakah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, 27 persen UU melanggar konstitusi, harus dibereskan dulu. Dari situ baru kita lihat dampak turunannya apakah kepada kontrak bagi hasil, harga BBM, harga listrik, dan lain-lain. (novel)

kahlil gibran, renungan .....


Aku duduk di sebuah tanah lapang ketika fajar senja memadu satu di jingga langit, sambil bercengkerama dengan semesta, sementara manusia beristirahat dengan teduh di bawah kerudung lelapnya. Aku terbaring di atas rumput hijau dan melakukan semedi tentang persoalan-persoalan hidup : "Apakah kebenaran adalah keindahan? Apakah keindahan adalah kebenaran?" dan semesta pikiranku kutemukan diriku terpencil dari umat manusia, dan khayalanku membongkar tirai materi yang menyembunyikan telaga sukmaku. Jiwaku mengembara menyusuri keghaiban semesta, dan telingaku terbuka oleh bahasa keajaibannya.

Setelah aku duduk terpekur, aku merasakan semilir angin melintasi ranting-ranting pohon, dan aku medengar suara merintih seperti erangan seorang anak yatim piatu yang tersesat. "Mengapa engkau berkeluh kesah, hai sepoi angin yang lembut?" aku bertanya.

dan angin sepoi-sepoi itu menjawab, "Karena aku telah datang dari kota yang bercahaya dengan panas mentari, namun benih-benih wabah penyakit dan pencemaran mencabik-cabik jubah kebesaranku. Pantaskah kamu menyalahkanku karena berduka cita? "Kemudian aku menatap pada wajah-wajah bunga yang ternodai oleh airmata, dan aku mendengarkan rintihan mereka yang lembut. Aku bertanya, "Mengapa kalian menangis, bungaku yang indah?"

Salah satu bunga mengangkat kepalanya yang lembut dan berbisik, "Kami menangis karena manusia akan datang untuk memotong kami, lalu menawarkan kami untuk dijual di pasar-pasar kota." Bunga yang lain menambahkan, "Di waktu semesta, ketika kami layu, kami dilemparkan ke atas tumpukan sampah. Kami menangis karena tangan manusia yang bengis merenggut kami dari taman."

Dan aku mendengar aliran sungai meratap seperti seorang janda yang meratapi kematian suami dan putra-putrinya dan aku bertanya, "Mengapa engkau menangis, aliran sungaiku yang suci?"

Dan aliran sungai itu menjawab, "Karena aku dipaksa untuk pergi ke kota di mana manusia menodai kesucianku dan menolakku dengan angkuh untuk menjadikanku minuman yang menguatkan, dan menjadikan aku sebagai tempat penampungan sampah, mencemari kesucianku serta mengubah kebaikanku menjadi dekil."

MENGAPA KENAIKAN BBM HARUS DITOLAK ? (TH 2005)

  Pemerintah (terutama tim ekonominya) melakukan penyesatan informasi dan menyihir masyarakat dengan mengajukan argumentasi bahwa subsidi BBM menyebabkan defisit anggaran karena naiknya nilai US$ dan kenaikan harga minyak dunia. Pemerintah juga membuat skenario yang menghipnotis masyarakat dengan kondisi-kondisi dan berita tentang kelangkaan minyak dan maraknya penyelundupan, kampanye tentang subsidi langsung dll. yang manipulatif sehingga masyarakat terpancing bahwa pencabutan subsidi merupakan solusi efektif. Kejadian yang sesungguhnya adalah, Pemerintah mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan persoalan-persoalan pengelolaan negara yang sulit ditangani seperti krisis energi, penyelundupan, korupsi, dengan kebijakan yang tidak strategis dan merugikan masyarakat. Pemerintah mengambil jalan paling mudah dengan pencabutan subsidi BBM ketimbang berupaya keras untuk membangun sistem ekonomi yang lebih kuat. Kenaikan BBM juga ditengarai sebagai agenda tim ekonomi pemerintahan SBY-MJK untuk memuluskan kepentingan kelompoknya, dengan mengorbankan kepentingan rakyat banyak.

Beberapa argumentasi yang disampaikan pemerintah sebagai dalih menaikkan harga minyak sesungguhnya sangat mudah dipatahkan. Berikut ini beberapa hal pokok yang perlu menjadi kesadaran kita.

1. Kenaikan Harga Minyak Dunia Tidak Membebani Defisit Anggaran. Revrisond Baswir, Peneliti Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM, mengutarakan bahwa kenaikan harga minyak memang menaikkan subsidi BBM, tetapi juga menaikkan pendapatan ekspor dari migas, yang berarti, kenaikan subsidi BBM juga diimbangi oleh kenaikan pendapatan, sehingga anggaran aman. Surplus transaksi ekspor-impor migas tahun 2004 berjumlah US$6,5 milyar. Tahun 2005, dengan meningkatnya harga minyak mentah, surplus transaksi ekspor-impor migas meningkat menjadi US$9,8 milyar. Sedangkan tahun 2006, transaski ekspor-impor migas diproyeksikan surplus sebesar US$7,5 milyar. Bahkan, jika dilihat dari sudut peningkatan nilai ekspor dan nilai impor migas, walau pun peningkatan harga minyak mentah turut mendorong melambungnya nilai impor migas, dampaknya terhadap peningkatan nilai ekspor migas jauh lebih besar.

2. Tim Ekonomi Melakukan Manipulasi Anggaran Untuk Menakut-nakuti Publik Tentang Dampak Kenaikan Harga Minyak Dunia terhadap Beban Subsidi APBN, Iman Sugena, Direktur Inter-CAFE, IPB mengungkapkan fakta sebagai berikut “. Pertama, tim ekonomi terlalu sering memberikan angka estimasi yang salah dan tidak realistis, misal angka-angka asumsi RAPBN-P 2005 dan RAPBN 2006 yang jauh dari kenyataan. Yang paling fatal adalah angka yang diberikan kepada Presiden oleh tim kecil dalam menghadapi krisis BBM dan nilai tukar. Hasil rumusan tim ini kemudian dibacakan kepada publik oleh Presiden, bahwa kemungkinan subsidi BBM akan meningkat menjadi Rp 138,6 triliun. Padahal, hanya beberapa minggu sebelumnya angka yang tercantum dalam nota keuangan yang dibacakan oleh Presiden di depan DPR (16/8/05) hanyalah sebesar Rp 101,5 triliun saja. Pembengkakan subsidi inilah yang menyebabkan reaksi pasar terhadap pidato Presiden menjadi sangat negatif. Rupiah dan bursa saham di hari-hari berikutnya menjadi melemah. Selain itu, sentimen negatif juga diakibatkan oleh kurang komprehensifnya rumusan tim kecil terutama bagaimana cara menanggulangi pembengkakan subsidi tersebut dalam jangka pendek ini. Dari delapan langkah yang dibacakan Presiden, tampak tak ada kejelasan tentang penanggulangan defisit anggaran. Setelah itu, angka-angka anggaran yang sama kemudian diajukan ke Panitia Anggaran DPR sebagai bahan untuk APBN Perubahan yang ketiga kalinya. Ada dua angka penting yang muncul di situ yakni; (1) subsidi membengkak menjadi Rp 138,6 triliun; dan (2) defisit membengkak menjadi Rp 48,3 triliun atau sebesar 1,8 persen dari PDB. Karena itu tim ekonomi mendesak supaya harga BBM dalam negeri segera dinaikkan. Oleh Panja kemudian ditemukan kesalahan penghitungan subsidi karena ternyata meliputi BBM industri yang sudah dilepaskan ke mekanisme pasar. Seharusnya subsidi BBM hanya Rp 113,7 triliun saja. Berarti ada selisih penghitungan sebesar Rp 24,9 triliun. Dengan demikian angka defisit seharusnya turun dari Rp 48,3 triliun menjadi hanya Rp 23,4 triliun atau 0,9 persen dari PDB. Tentu angka defisit ini (kalaupun benar ada) sangat manageable sehingga tidak ada alasan yang kuat untuk menaikkan harga BBM. Kedua, tim ekonomi secara sengaja telah menggelembungkan pos anggaran lainnya (selain subsidi BBM) agar posisi anggaran tampak sangat berbahaya. Dari hasil penggelembungan tersebut, tersepakatilah angka defisit sebesar Rp 38,3 triliun (1,4 persen dari PDB) seperti yang diungkapkan oleh ketua Panitia Anggaran. Dinyatakan pula bahwa pemerintah masih kekurangan sebesar Rp 15 triliun untuk membiayai defisit (financing gap). Kalau saja tidak ada penggelembungan anggaran, defisit 0,9 persen dapat terjadi tanpa harus menaikkan harga BBM. Penggelembungan terbesar terjadi dalam belanja lain-lain sebesar Rp 12,6 triliun. Selain itu ada sekitar Rp 2,6 triliun yang belum jelas. Sisanya adalah untuk Aceh, subsidi non-BBM, dan alokasi untuk kompensasi tunai langsung kepada 15,5 juta keluarga miskin. Membengkaknya defisit bukan karena pembengkakan subsidi BBM. Kalau saja anggaran lainnya tidak dibengkakkan secara sengaja dan tentunya tidak realistis pembengkakan subsidi BBM tidak membahayakan anggaran. Tim ekonomi secara tidak jujur telah dengan sengaja menggunakan angka-angka anggaran untuk menekan DPR supaya mendukung kenaikan harga BBM.

3. Subsisidi Langsung dengan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM Sangat Tidak Efektif, Pengalihan bentuk subsidi langsung dengan membagikan uang (cash transfer) kepada penduduk miskin sangat tidak efektif dan mengaburkan masalah pokok. Dua pengamat ekonomi, masing-masing Faisal Basri dan Fadhil Hasan, menilai subsidi model ini tidak akan berdampak positif bagi masyarakat. Apalagi kebijakan ini terkesan tergesa-gesa. Pasalnya, kriteria penduduk miskin dan besaran subsidi sebesar Rp 100 ribu per kepala keluarga setiap bulannya tidak realistis. "Kriteria yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik sebagai dasar perhitungan pemerintah, tidak menggambarkan kemiskinan yang sesungguhnya," jelas Faisal. Tak efektifnya subsidi langsung ini juga diungkapkan anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Perekonomian, Mohammad Chatib Bisri. Menurut dia, ketidakpastian soal besaran dan waktu kenaikan harga BBM juga sebuah persoalan. Sebab, saat pemerintah mengemukakan rencana kenaikan BBM, harga sejumlah barang kebutuhan pokok di pasar terus merambat naik, sehingga berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Alokasi dana sebesar Rp. 4,5 trilyun yang dibagikan kepada 15,5 juta penduduk miskin dinilai tidak tepat dan menimbulkan banyak masalah. Pendataan penduduk miskin oleh BPS maupun perangkat desa/kelurahan tidak akurat, bahkan Menneg PPN Sri Mulyani sendiri mengoreksi bahwa dari 15,5 juta penduduk hanya 14 juta yang memnuhi kriteria penduduk miskin. Problem akurasi pendataan dan penghitungan biaya merupakan masalah klasik, yang juga terjadi pada alokasi subsidi sektor pendidikan sebesar Rp. 6,3 trilyun untuk tahun 2005 melalui BOS yang menggantikan KBBS dan BKM. Menurut Sahrizal Martha Tanjung (Kompas), penghitungan unit cost pendidikan dari Depdiknas yangberdasarkan hasil Susenas 2003 sangat jauh meleset dari kebutuhan riil, sehingga murid yang kurang mampu tidak tertolong dengan program tersebut. Program kompensasi untuk bidang kesehatan melalui Kartu Sehat juga sangat jauh dari harapan untuk menyediakan akses kesehatan bagi masyarakat miskin. Permasalahan alokasi subsidi langsung dari kompensasi pencabutan subsidi BBM pada sektor kesehatan.

4. Program Insentif Ternyata Hanya Menguntungkan Pengusaha Besar, Seiring dengan kenaikan harga BBM tanggal 1 Oktober 2005, Pemerintah melalui Menko Bidang Perekonomian mengeluarkan Paket Insentif I dari rencana paket insentif yang akan dilakukan selama 3 kali. Paket insentif pertama ini mencakup deregulasi sektor fiskal, deregulasi sektor perdagangan, deregulasi sektor perhubungan, peningkatan pembelian harga beras dan gabah petani, dan subsidi langsung tunai kepada rakyat miskin. Dari paket tersebut, yang ditujukan kepada rakyat hanya dua item terakhir, sementara paket deregulasi fiskal dan non fiskal dinikmati kalangan industri dan perdagangan. Insentif fiskal ini hanya ditujukan untuk mengurangi biaya produksi industri sehingga tidak mem-PHK-karyawan, akan tetapi upah buruh/karyawan tidak akan dinaikkan, sehingga kesejahteraan buruh/karyawan tetap merosot akibat penurunan daya beli. Paket insentif ini tidak efektif pada usaha kecil menengah, yang tidak tergantung bahan baku impor. Industri kecil dan menengah tetap akan menerima beban kenaikan harga dan sulit untuk bertahan. Menko Perekonomian akan merencanakan tiga paket insentif, dan kecenderungan golongan pengusaha dan importir justru “menikmati” ekses kenaikan BBM dengan bermacam-macam keringanan fiskal (penurunan pajak, pembebasan bea masuk dll.) justru sangat kentara. Paket insentif ini juga akan menghapuskan 36 Perda pajak dan retribusi yang menghambat investasi, yang tentunya akan kontradiktif dengan kepentingan otonomi daerah yaitu peningkatan PAD, sehingga akan berdampak pula pada pembangunan dan peningkatan kesejahteraan penduduk daerah.Selain itu, program insentif ke petani dengan menaikkan harga pembelian beras dan gabah kontra produktif dengan rencana Menperindag Marie Pangestu untuk mengimpor 250.000 ton beras pasca kenaikan BBM, untuk menstabilkan harga beras dan mengurangi beban masyarakat (kota) yang menjadi konsumen beras.

5. Pencabutan Subsidi BBM Bukan Satu-satunya Jalan Mencegah Kebangkrutan Ekonomi, Pendek kata, pendekatan yang dipakai pemerintah dengan menaikkan harga BBM merupakan pilihan praktis yang justru menimbulkan dampak masalah lebih banyak. Penyelesaian krisis energi dan krisis anggaran seharusnya dilakukan dengan kebijakan strategis untuk menyelesaikan akar masalah. Beberapa alternatif yang dapat diambil antara lain: 1) Mengurangi kebocoran anggaran rutin akibat korupsi, 2) Penegakan hukum dan pengawasan teritorial yang lebih ketat untuk mencegah penyelewengan dan penyelundupan, 3) Merumuskan kebijakan nasionalisasi industri minyak dalam negeri, 4) Menetapkan kebijakan transportasi hemat energi, 4) Merumuskan kebijakan yang mendorong penggunaan energi alternatif (angin, sinar matahari, gas, batu bara dll.), 6) Meminta penghapusan atau minimal moratorium hutang untuk waktu yang strategis (25-30 tahun).Kebijakan transportasi hemat energi misalnya dengan mendorong penggunaan transportasi umum dan menekan kepemilikan mobil pribadi, penerapan pajak progressif untuk kepemikikan kendaraan pribadi untuk mengurangi konsumsi BBM dari orang kaya.

6. “Hidden Agenda” dibalik Kebijakan Kenaikan Harga BBM, yang ternyata membawa kepentingan pemodal asing dan dalam negeri yang diwakili oleh orang-orang di tim ekonomi. Kepentingan pemodal asing dari awal jelas mengarah pada liberalisasi sektor migas. Terlepas dari peningkatan harga minyak mentah di pasar internasional, sesuai dengan pelaksanaan agenda liberalisasi sektor migas, harga BBM tahun 2005 ini memang telah dijadwalkan untuk dilepaskan ke mekanisme pasar. Ini erat kaitannya dengan telah dimilikinya izin prinsip oleh sekitar 107 pengusaha swasta asing dan domestik, untuk mengembangkan usahanya di sektor hilir industri migas di Indonesia. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, selama harga jual BBM di dalam negeri masih tetap disubsidi, “pemain asing enggan masuk.” Dengan demikian, pengaitan kemerosotan nilai tukar rupiah dengan peningkatan volume subsidi BBM, sebenarnya tidak lebih dari upaya sengaja pihak-pihak tertentu dalam mencari legitimasi untuk menuntaskan pelaksanaan agenda liberalisasi sektor migas. Dalam rencana liberalisasi industri hilir migas mulai Nopember 2005, Pertamina bukan lagi menjadi satu-satunya perusahaan yang menjadi distributor dan penanggungjawab pengadaan BBM dalam negeri. Perusahaan minyak asing seperti Caltex, Exxonmobile, Shell, British Petrolium, Petronas akan menjadi pengecer minyak yang menyuplai SPBU-SPBU dalam negeri. Kepentingan pemodal dalam negeri, baru terindikasi kuat dengan munculnya kebijakan insentif melalui deregulasi fiskal dan non fiskal tahap I pada 1 Oktober 2005 yang alih-alih akan menyelamatkan industri dalam negeri dan menanggulangi PHK dampak kenaikan BBM, tetapi justru akan meningkatkan rente pengusaha dan importir dari penghapusan bea masuk beberapa barang modal dan barang konsumsi salam negeri, keringanan pajak dll. Kenyataan seperti ini menguatkan argumentasi bahwa kepentingan pengusaha, yang direpresentasikan oleh KADIN,